Hambali, Tahanan Penjara Guantanamo Didakwa Pengadilan AS
saturadar.com | Pengadilan AS mendakwa seorang tahanan di Penjara Guantanamo terkait aksi teror bom pertama yang paling mengerikan di Indonesia, yaitu bom Bali 2002. Info tersebut diterima dari kantor berita Associated Press, Jumat (23/5/2017), merujuk sebuah dokumen dari pengadilan di negeri “Paman Sam” tersebut.
Tahanan yang dimaksud adalah Hambali. Pria dengan status warga negara Indonesia, kelahiran Cianjur 4 April 1966 ini didakwa karena melakukan serangan bom di hotel JW Marriott, Jakarta pada tahun 2003. Sesuai aturan komisi militer AS, pengadilan militer lah yang memutuskan apakah sebuah pengadilan akan digelar atau tidak.
Serangan bom Bali I, pada tanggal 12 Oktober 2002, yang terjadi di dekat konsulat AS, menewaskan hingga 202 orang, diantaranya 88 orang warga Australia dan 7 orang warga AS.
Seorang “pengantin” (teroris khusus pembom bunuh diri) meledakkan bom yang dibawanya ke dalam sebuah klab malam yang dipenuhi oleh turis asing di dekat bibir pantai di Kuta.
Seorang “pengantin” lainnya juga meledakkan sebuah bom dengan daya ledak tinggi. Bom tersebut dibawa dengan sebuah mobil, dan diparkirkan begitu saja di pinggir jalan di depan klab malam.
Pengeboman kedua yaitu pada tanggal 5 Agustus 2003, target serangan bom kali ini adalah hotel JW Marriott. Serangan bom mobil bunuh diri tersebut dilakukan oleh Asmar Latin Sani dengan menggunakan mobil Toyota Kijang.
Korban Jiwa dalam ledakan tersebut setidaknya 12 orang, dan melukai lebih dari 150 orang lainnya.
Asmar Latin Sani yakin bahwa ada banyak warga AS yang tinggal di hotel tersebut dan jaringan mereka meyakini tindakan teror tersebut akan memiliki dampak yang besar.
Pada musim gugur tahun lalu, dewan pengamat pemerintah AS menolak pembebasan Encep Nurjaman (nama asli Hambali), dengan alasan dia akan tetap dan terus menjadi ancaman signifikan bagi keamanan AS.
Hambali hadir di hadapan dewan pada Agustus lalu lewat jalur komunikasi jaringan video, untuk meminta pembebasan penahanannya setelah 10 tahun dipenjara.
Pentagon menuliskan profil Hambali yang dirilis menjelang audiensi tersebut dan menjelaskan kalau Hambali merupakan pemimpin kelompok ekstremis yang berbasis di Asia Tenggara, yang biasa disebut sebagai Jemaah Islamiyah. Ada juga dugaan bahwa Hambali mempunya hubungan dengan Al Qaeda.
Hambali didakwa melakukan pembunuhan dan percobaan pembunuhan yang melanggar hukum perang, dengan sengaja menyebabkan korban menderita luka serius, melakukan aksi-aksi terorisme, dan menyerang warga sipil.